Ada
cerita menarik dari Karbala yang sengaja dirahasiakan oleh syi'ah, mau tahu?
baca selengkapnya...
Ada bagian penting yang sering
tertinggal dari sejarah Imam Husein, nampaknya bagian yang penting ini sangat
jarang sekali dibahas, sehingga pembaca yang ditakdirkan melewatkan
pandangannya pada tulisan kali ini sangat beruntung, karena menemukan pembahasan
yang hampir belum pernah dibahas.
Kali ini pembaca akan menikmati
uraian tentang anak-anak Imam Husein. Sebagaimana kita ketahui bersama, Imam
Husein adalah seorang cucu Nabi, manusia yang dicintai oleh Nabi sebagaimana
kita mencintai cucunya. Bahkan konon seorang kakek lebih mencintai cucunya
dari ayah si cucu yang merupakan anaknya sendiri. Kecintaan nabi kepada Imam
Husein begitu besar,begitu juga kepada kakaknya yaitu Imam Hasan. Kita
sebagai orang beriman yang mencintai Nabi wajib mencintai mereka yang
dicintai Nabi, termasuk cucundanya yang satu ini, sebagai bukti kecintaan
kita kepada Kakeknya. Namun kecintaan kita kepada sang Kakek haruslah lebih
besar.
Waktu kemudian berlalu sehingga
Muawiyah Ra mangkat dan mengangkat Yazid sebagai khalifah. Imam Husein yang
enggan berbaiat kepada Yazid segera melarikan diri ke mekkah. Sesampai di
mekkah penduduk kota Kufah mengirimkan surat yang jumlahnya mencapai 12000
pucuk surat, yang isinya meminta sang Imam untuk berangkat ke Kufah, di mana
penduduknya sudah bersiap sedia untuk membaiat Imam Husein sebagai khalifah.
Di antara isi surat itu adalah memberitahu sang Imam bahwa di Kufah terdapat
100000 pasukan yang siap berdiri di belakangnya untuk melawan Bani Umayyah
(Lihat kitab Faji'atu Thaff hal 6, karangan Muhammad Kazhim Al Qazweini)
Membaca surat itu, sang Imam yakin akan kesiapan 100000 penduduk kufah yang
telah siap dengan pedang terhunus untuk melawan dan "kezhaliman bani
Umayah", Imam Husein akhirnya berangkat menuju kufah bersama
keluarganya. Namun kali ini imam tertipu. Sebelum sampai ke kota Kufah
rombongan beliau dicegat oleh tentara suruhan Ibnu Ziyad yang dipimpin oleh
Umar bin Saad. Ketika rombongan sang Imam dicegat, kita tidak mendengar
100000 pasukan yang konon siap membela Imam Husein itu ikut membela dan
berperang melawan musuhnya, kita tidak tahu kemana perginya mereka, begitu
juga 12000 orang yang menuliskan surat ketika sang Imam berada di mekkah.
Jika 100000 orang yang mengaku pembela Imam itu ikut berada di padang
Karbala, pasti "tentara bani umayah" dapat dengan mudah dikalahkan.
Mereka yang memanggil sang Imam begitu saja lari dari tanggungjawab. Mereka
tega membiarkan cucu sang Nabi terakhir dijadikan bulan-bulanan, mereka tega
darah suci keluarga nabi tumpah akibat larinya mereka dari tanggungjawab. Di
dunia mereka bisa lari, namun di akhreat kelak tidak. Sang Imam beserta
rombongannya dibiarkan begitu saja menjadi korban pengkhianatan mereka yang
mengaku sebagai pengikut dan pembelanya. Rupanya inilah karakter mereka yang
mengaku-aku dan sok menjadi pembela ahlulbait sejak zaman para imam.
Akhirnya sang Imam pun Syahid
menjadi korban pengkhianatan mereka yang mengaku menjadi pembelanya. Sang
Imam Syahid beserta para keluarganya, di antaranya adalah : saudara sang
Imam, putra Ali bin Abi Thalib : Abubakar, Umar, Utsman. Bisa dilihat di
kitab Ma'alimul Madrasatain karangan Murtadha Al Askari, jilid 3 hal 127.
juga dalam kitab Al Irsyad karangan Muhammad bin Nukman Al Mufid hal.
197, I'lamul Wara karangan Thabrasi hal 112, juga kitab Kasyful Ghummah
karangan Al Arbali jilid 1 hal 440. ini adalah sebagian referensi saja, yang
lainnya sengaja tidak kami sebutkan karena terlalu banyak. Sementara putra
Imam Husein di antaranya : Abubakar bin Husain dan Umar.
Sampai di sini mungkin pembaca
belum tersadar akan sebuah fenomena yang menarik. Kita lihat di sini Imam Ali
dan Imam Husein menamakan anaknya dengan nama para perampas haknya. Kita
ketahui bahwa syiah meyakini bahwa khilafah bagi Ali telah ternashkan dari
ketentuan Allah dan RasulNya, sedangkan mereka yang tidak mengakui adanya
nash dianggap merasa lebih pandai dari Nabi. Dalam sejarah diyakini
oleh syiah bahwa Abubakar telah merampas hak yang semestinya menjadi milik
Ali. Di antara bentuk protes Ali adalah khotbah syaqsyaqiyyah yang tercantum
dalam sebuah literatur penting syiah yaitu kitab Nahjul Balaghah. Namun yang
aneh di sini adalah Ali yang memberi nama anaknya dengan nama si perampas hak
yang sudah tentu bagi syi'ah adalah dibenci Allah.
Begitu juga menamai anaknya dengan
nama Umar, sang penakluk yang telah mengubur kerajaan persia untuk selamanya,
dan orang yang konon memukul bunda Fatimah hingga keguguran. Sering kita
dengar bahwa Umar telah memukul Fatimah, perempuan suci putri Nabi dan istri
Ali hingga janin yang dikandungnya gugur, sungguh nekad orang yang berani
memukul putri Nabi. Namun dalam sejarah tidak disebutkan pembelaan Ali
terhadap istrinya yang dipukul, malah memberi nama anaknya dengan nama orang
yang memukul putri Nabi yang sekaligus adalah istrinya. Sementara di sisi
lain kita tidak pernah menemukan bahwa Ali memberi nama anaknya dengan nama
ayahnya yang "tercinta" yaitu Abu Thalib. Begitu juga para imam
ahlulbait tidak pernah tercantum bahwa mereka memberi nama anak mereka dengan
nama Abu Thalib. Apakah para imam ahlulbait lebih mencintai Abubakar
dibanding cinta mereka pada Abu Thalib, kakek mereka sendiri? Ternyata fakta
berbicara demikian. Mengapa tidak ada
seorang imam maksum –terbebas dari kesalahan dan dosa- yang memberi nama
anaknya dengan nama Abu Thalib? Jika ada yang mengatakan bahwa para Imam
Ahlulbait memberi nama anak mereka dengan nama-nama musuh karena basa basi,
apakah para imam begitu penakut sehingga harus berbasa basi dalam hal nama
anak?
Ataukah para imam begitu hina mau
dipaksa orang lain untuk memberi nama anaknya sendiri?
|
Cari Blog Ini
Selasa, 17 Januari 2012
RAHASIA TERSISA DARI KARBALA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar