Taqiyyah adalah ajaran penting
dalam mazhab syi'ah, penting untuk anda ketahui.
Setiap ajaran pasti memiliki
keyakinan-keyakinan dan ajaran tertentu, dan lazimnya sebuah ajaran yang
diinginkan untuk berkembang, keyakinan itu ditulis dalam buku. Kita lihat
prakteknya agama Islam sendiri memiliki kitab yang memuat ajaran yang harus
diyakini oleh seorang muslim yaitu Al Qur'an, yang mengandung perintah untuk
bertanya kepada yang tahu ketika tidak mengerti tentang segala sesuatu.
Begitu juga Al Qur'an memuat sumpah Allah dengan pena, yang dipahami oleh
ummat Islam sebagai perintah untuk menulis dan membaca. Sehingga keterangan
dari ulama dituangkan dalam kitab-kitab yang dapat dibaca hingga kini.
Mazhab-mazhab fiqih dalam islam pun memiliki kitab-kitab rujukan yang memuat
pendapat mazhab itu. "Mazhab syiah" pun demikian pula memiliki
kitab-kitab rujukan yang memuat keyakinan-keyakinan syiah, kitab ini berisi
ucapan-ucapan ahlulbait, 11 imam yang konon harus diikuti.
Konon lagi, 11
imam itu disebut juga sebagai salah satu dari tsaqalain (dua pusaka) yang
harus diikuti oleh orang muslim. Pusaka satu lagi adalah Al Qur'an. Selain
ucapan ahlulbait, kitab-kitab itu juga memuat penjelasan-penjelasan ulama
syiah, yang juga harus diikuti karena status ulama menjelaskan ayat-ayat Al
Qur'an dan ucapan ahlulbait di atas. Tapi belakangan ulama syiah naik pangkat
menjadi wakil imam ma'sum (yang juga ma'dum = tidak ada) untuk mengatur
kehidupan keberagaamaan para penganut syiah.
Tetapi buku-buku yang memuat
ajaran syiah itu hampir seluruhnya susah diakses. Terutama buku-buku yang
memuat ucapan-ucapan ahlulbait, sumber legalitas bagi syiah selain Al Qur'an,
sehingga kita hanya mengetahui ajaran syiah dari mulut-mulut pengikutnya atau
dari buku-buku yang ditulis oleh ulama masa kini dan tidak memuat langsung
ucapan ahlulbait. Ini menimbulkan kerancuan, di satu sisi orang akan mengira
bahwa itulah sebenarnya mazhab syiah, tetapi ada golongan lain dari umat
Islam yang berkesempatan untuk mengakses ke kitab-kitab induk syiah dan
mendapati ternyata ucapan dari penganut syiah tentang mazhabnya ternyata
tidak sesuai dengan isi kitab-kitab itu.
Perlu diketahui bahwa kitab-kitab
syiah itu memuat ajaran-ajaran yang tidak pernah didapat dalam Al Qur'an
serta sabda Nabi SAW. Di sini umat dibuat bingung, akhirnya diadu domba. Ini
karena adanya sebagian umat yang celakanya mereka adalah kaum intelektual
tetapi terjangkit penyakit lugu dan polos. Mereka begitu saja percaya dengan
ucapan-ucapan penganut syiah yang berpropaganda tentang ajarannya tanpa ingin
mengecek ke sumber asli. Mereka berbenturan dengan orang-orang yang ikhlas
ingin mengingatkan umat akan ajaran yang tidak sesuai dengan Al Qur'an dan
sabda Nabi SAW. Akhirnya umat pun diadu domba. Lebih berbahaya lagi bahwa
mereka adalah kaum intelektual yang didengar suaranya di masyarakat. Kasihan
masyarakat yang terbius oleh "angin surga" baik yang dilontarkan
oleh penganut syiah maupun dari intelektual yang lugu lagi polos –tapi
intelek-.
Tidak ada yang aneh jika kita
melihat fenomena "intelek tapi lugu", karena sikap lugu
mereka tertipu oleh angin surga dari da'i-da'i syiah. Tetapi yang patut
dicermati adalah penganut atau ustadz-ustadz syiah, mengapa mereka terkesan
menutupi isi riwayat-riwayat dari ahlulbait? Mengapa ucapan mereka berbeda
dengan apa yang tercantum dalam buku-buku riwayat-riwayat ahlulbait? Apakah
mereka sengaja ingin menyembunyikan riwayat ahlulbait atau mengapa? Ini yang
barangkali terlintas pada benak kita. Ataukah riwayat itu hanya diperuntukkan
bagi kalangan khusus yang sudah dianggap layak untuk mengaksesnya?
Apa pun
jawabannya, kitab-kitab syiah sudah bukan barang langka lagi, mereka yang
benar-benar ingin pasti akan dapat menemukan dan mengaksesnya, meskipun para
ustadz syiah mencoba sekuat tenaga untuk menyembunyikan.
Sebagai misal, anda tidak akan
mendengar penganut atau ustadz syiah menukil riwayat di bawah ini:
Dari Abu Abdillah –Ja'far Ash
Shadiq- mengatakan: Ambillah harta orang nashibi di mana saja kamu dapatkan,
lalu bayar seperlimanya pada kami.
Riwayat ini terdapat dalam kitab
Tahdzibul Ahkam jilid 4 hal 122, Al Wafi jilid6 hal 43, begitu juga dinukil
oleh Al Bahrani dalam Al Mahasin An Nifsaniyah, Al Bahrani mengatakan riwayat
ini diriwayatkan dari banyak jalur.
Siapakah yang disebut dengan
nashibi? Nashibi adalah orang yang memusuhi ahlulbait. Tetapi syiah memiliki
terminologi yang berbeda atas kata memusuhi ahlulbait. yang dimaksud memusuhi
ahlulbait bukanlah memusuhi alias lawan kata cinta, seperti orang yang
memusuhi Ali atau membenci Fatimah, anda tidak akan menemui sikap demikian
kecuali pada sebagian orang khawarij yang memang sesat. Tetapi nashibi di
sini bermakna mereka yang mendahulukan selain Ali dalam khilafah, alias
mereka yang berkeyakinan bahwa Ali bukanlah yang berhak menjadi khalifah
sepeninggal Nabi. Kita lihat Al Bahrani di atas –nama lengkapnya Husain bin
Muhammad Al Ashfur Ad Darazi Al Bahrani- dalam kitab yang sama pada hal 157
memberikan definisi bagi kata nashibi:
Ini karena kamu telah tahu bahwa
nashibi adalah mereka yang mendahulukan selain Ali…
Maka kata nashibi meliputi seluruh
penganut ahlussunnah wal jamaah yang meyakini fakta dan kenyataan yang ada
bahwa khalifah setelah Nabi adalah Abu Bakar. Riwayat di atas adalah ajakan
untuk merampok, mencuri, mencopet dan merampas harta ahlussunnah. Ini jelas
dari riwayat di atas yang menjelaskan ambillah harta nashibi –sunni- di
mana saja, di jalan, di rumahnya, di kantor, pokoknya di mana saja terdapat
harta itu.
Barangkali situasi di Indonesia belum kondusif untuk melaksanakan
riwayat itu, tetapi riwayat di atas dipraktekkan di Irak hari ini, di mana
milisi syiah melakukan perbuatan seperti yang dilakukan oleh pasukan ortodok
Serbia kepada muslimin Bosnia.
Anda tidak akan mendengar riwayat
ini dari ustadz syiah. Mengapa demikian? Ternyata ajaran syiah terdapat
sebuah ajaran yang membolehkan bagi penganut syiah untuk menyembunyikan
keyakinannya di depan non syiah, keyakinan itu disebut dengna taqiyyah.
Lagi-lagi menurut keterangan ulama syiah sendiri bahwa taqiyah hukumnya wajib
hingga imam ke 12 bangkit dari "tidur panjangnya". Ibnu Babawaih Al
Qummi yang dijuluki Ash Shaduq –yang selalu berkata benar- mengatakan:
Keyakinan kami bahwa taqiyah
adalah wajib, meninggalkan taqiyah sama seperti meninggalkan shalat, tidak
boleh ditinggalkan hingga keluarnya Imam Mahdi siapa yang meninggalkan
taqiyah sebelum keluarnya Imam Mahdi maka telah keluar dari agama Allah
(Islam), keluar dari agama Imamiyah dan menyelisihi Allah, Rasul dan para
imam. Bisa dilihat dalam kitab Al I'tiqadat hal 114. Pada cetakan Darul
Mufid tex di atas ada pada hal 108.
Ucapan ini tentunya tidak berasal
dari omong kosong maupun pendapat sendiri, karena dalam ucapan di atas kita
lihat ada kata: Keyakinan kami, berarti adalah keyakinan mazhab syiah menurut
As Shaduq. Juga ini bukan satu-satunya ucapan ulama syiah tentang wajibnya
taqiyah. Ucapan di atas berdasar pada riwayat Ja'far Ash Shadiq yang
bersabda:
Jika kamu katakan bahwa orang yang
meninggalkan taqiyah sama dengan orang yang meninggalkan shalat maka kamu
telah berkata benar.
Bisa dilihat di kitab Biharul
Anwar jilid 50 hal 181, jilid 75 hal 414, hal 421, As Sarair hal 476 Kasyful
Ghummah jilid 3 hal 252, Man Laa Yahdhuruhul Faqih jilid 2 hal 127 dan
beberapa sumber lain.
Juga terdapat riwayat yang
mengatakan: Orang yang meninggalkan taqiyah adalah kafir. Bisa dilihat
di kitab Biharul Anwar 87 347 Fiqhur Ridha 338.
Dari sini saja kita sudah bisa
mengetahui bahwa tidak ada orang syiah yang tidak bertaqiyah, tetapi
sepandai-pandai tupai melompat pasti jatuh juga, sepandai-pandai syiah
bertaqiyah akhirnya terbongkar juga –bagi mereka yang tidak lugu-. Perkataan
As Shaduq di atas memberi jawaban bagi kebingungan kita tentang mengapa
ucapan ustadz syiah berbeda dengan isi kitab mereka sendiri. Di samping itu
kita jadi tahu dan akhirnya berhati-hati dalam mendengar ucapan penganut
syiah, karena apa yang diucapkan di mulutnya tidak sesuai dengan keyakinan
hatinya. Ini dilakukan agar keyakinan yang sebenarnya diyakini tidak
diketahui orang, akhirnya dia selamat dan tidak dijauhi teman-temannya.
Karena kaum muslimin masih memiliki tingkat resistensi yang tinggi pada
mereka yang beraliran sesat, sehingga orang yang beraliran sesat bisa dijauhi
dan dimusuhi. Jika saja penganut syiah menampakkan keyakinan aslinya pasti
dia dimusuhi dan dijauhi. Kondisi demikian kurang menguntungkan karena gerak
penganut syiah untuk menyebarkan ajarannya menjadi sempit karena dia ditolak
di mana-mana.
Praktek menyembunyikan keyakinan agar tidak dibenci orang ini mirip dengan
yang disebutkan dalam surat An Nisa' 41:
"Hai Rasul, janganlah hendaknya
kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan)
kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka:
"Kami telah beriman", padahal hati mereka belum beriman."
Juga dalam surat A Fath ayat 11:
mereka mengucapkan dengan lidahnya
apa yang tidak ada dalam hatinya.
Juga dalam surat Ali Imran ayat 167: Mereka mengatakan dengan mulutnya apa yang tidak terkandung dalam hatinya. Repotnya, kita tidak memiliki indikator yang membuat kita tahu apakah penganut syiah yang sedang berbicara dengan kita sedang bertaqiyah atau tidak. Kita mengusulkan pada mereka yang berkompeten untuk menciptakan penemuan baru berupa indikator taqiyah, yang mungkin berupa lampu yang menyala bila seorang syiah sedang bertaqiyah. Jika tidak bisa lampu maka apa saja, seperti kerlingan mata atau tanda di kepala atau apa saja, yang penting orang lain di sekitarnya bisa tahu apakah dia sedang bertaqiyah atau tidak. Penemuan ini begitu mendesak supaya kaum muslimin tidak tertaqiyahi –baca: Tertipu- oleh penganut syiah yang menyembunyikan keyakinannya ketika tidak dalam keadaan bahaya. Lalu apakah para imam juga bertaqiyah? Sudah semestinya demikian, karena bagaimana sang imam menyuruh orang untuk bertaqiyah tapi diri mereka sendiri tidak bertaqiyah. Di sini terdetik pertanyaan besar, yaitu bagaimana kita tahu para imam sedang bertaqiyah atau tidak? Jika kita membaca sebuah riwayat dari salah seorang imam, maka kita tidak tahu apakah sang imam mengucapkan sabdanya dalam keadaan taqiyah atau tidak hal ini penting untuk diketahui karena seperti di atas, taqiyah adalah menyembunyikan keyakinan sebenarnya dalam hati dan mengucapkan hal yang berbeda dengan apa yang diyakininya dalam hati.
Maka
penganut syiah tidak tahu apakah riwayat yang ada adalah benar-benar ajaran
imam yang sebenarnya atau hanya taqiyah? Ini adalah masalah yang harus
diselesaikan oleh syiah. Jika ada syiah yang berani menyanggah dengan
mengatakan bahwa penerapan taqiyah dimulai dari era ghaibah –hilangnya imam-
sughra maupun kubra, maka dengan mudah kita jawab: Jika memang demikian maka perintah
taqiyah akan muncul tepat sebelum masa ghaibah, yaitu pada era imam Hasan Al
Askari, bukannya muncul dari Imam Ja'far As Shadiq yang hidup jauh sebelum
era ghaibah. Maka tidak ada yang menjamin bahwa sabda imam adalah benar-benar
ajaran Allah, karena imam juga melakukan taqiyah.
Di sini syiah terjebak
dalam taqiyah, di mana dia tidak bisa membedakan ajaran imam yang sebenarnya
dan ajaran imam yang disampaikan saat bertaqiyah, yang sudah tentu berbeda
dengan ajaran imam yang sebenarnya. Dari mana kita mengetahui ajaran imam
yang sebenarnya dan ajaran imam yang bertaqiyah? Tidak ada yang bisa
memberikan jawaban pasti. Jadi ajaran syiah tidak diketahui mana yang
benar-benar ajaran syiah 'yang dari Allah' dan mana yang taqiyah. Mestinya
penganut syiah hari ini berhati-hati, jangan-jangan ajaran yang mereka anut
saat ini bukanlah ajaran syiah sebenarnya, tetapi adalah ajaran dari para
imam yang sedang bertaqiyah?!
Mari kita simak ucapan Al Bahrani dalam kitab Al Hadaiq An Nadhirah jilid 1 hal 89: Banyak riwayat-riwayat syiah yang diucapkan ketika sedang bertaqiyah yang tidak sesuai dengan hukum sebenarnya. Ini pengakuan yang berbahaya, yaitu banyak riwayat syiah yang memuat keterangan kebalikan dari keterangan sebenarnya. Pengakuan ini juga masih bisa kita ragukan, yaitu dari mana diketahui bahwa imam sedang bertaqiyah? Juga ini adalah riwayat yang diketahui bahwa imam mengucapkannya dalam keadaan bertaqiyah, lalu bagaimana dengan riwayat lain? Lagipula bagaimana imam bisa ketahuan sedang bertaqiyah? Apakah taqiyah imam bisa diketahui?
Dan banyak lagi pertanyaan yang
susah didapat jawabannya.
|
Cari Blog Ini
Selasa, 17 Januari 2012
TAQIYYAH ADALAH PERISAI PELINDUNG SYIAH
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar