Cari Blog Ini

Minggu, 05 Februari 2012

KENAPA HARUS ADA AYAT POLIGAMI ? (Bagian I)


KESALAHAN UMAT ISLAM MEMAHAMI POLIGAMI DAN KEKELIRUAN HUJATAN KAUM KAFIR MELIHAT MAKNA POLIGAMI

Banyak kaum muslimin sendiri belum paham dan selalu dalam kontroversi melihat Poligami, apakah itu perintah Allah ataukah Sunah saja, dan dalam ketidakmengertian akan hal ini selalu dituding baik dari sebagian kaum muslimin sendiri apalagi diserang dengan hujatan dari Kaum Kafir sendiri. Bagaimana kiranya akan menjawab hal kalau kita sendiri tidak mengerti.

Terkadang untuk memenuhi kebutuhan pemenuhan syahwat, ayat ini dipenggal sebagai pembenaran untuk melakukan poligami, sedangkan akal logis dan ilmu agama tidak dipegang lagi. Dan dengan ayat ini menjadi senjata ampuh untuk menekan pihak perempuan/isteri agar memberi izin ayaupun tidak sekalipun dengan alasan Sunnatullah.

Juga menjadi alasan bahwa Rasulullah saja beristeri sampai 11 orang, kenapa laki-laki muslim boleh cuma sampai empat orang? Rasulullah tidak adil! masyaAllah. Belum lagi tamparan fitnah dari kaum kafir yang mengatakan rasulullah adalah manusia haus sex...naudzubillah

Nah bagaimana sebenarnya Allah mengajar kita dalam hal ini, apa dasar dalilnya. Dalam Al Quran kita sebut dengan Asbabun Nuzul-sebab turunnya ayat.

QS AN-NISA’ ayat 2 :”Berikanlah kepada anak yatim itu harta mereka, janganlah kamu menukarkan sesuatu yang buruk kepada yang baik, dan jangan kamu makan harta mereka(dengan jalan yang bathil-mencampuradukkan)kepada hartamu. Sesungguhnya itu dosa yang sangat besar.”

> Berikanlah kepada anak yatim itu harta mereka.
Dizaman jahiliyah, jika seorang meninggal dunia meninggalkan anak, maka saudara yang mati, itu saja yang menguasai harta simayat, begitu juga istri, ibu dan saudara perempuannya tidak ada jaminan akan mendapat  bagian dari harta peninggalan. Bahkan istri dan anak simayat tersandera dalam kehidupan yang sulit, walaupun bapaknya meninggalkan harta yang banyak.
Disinilah ayat ini, Allah mulai memberikan peraturan baru untuk perlindungan anak yatim, bahwa anak itu patut menerima bagian dari bapaknya. Dan kewajiban siwali atau pengasuhnya untuk menjaga dan memberikan harta itu secara jujur.

> Janganlah kamu menukarkan sesuatu yang buruk kepada yang baik.
Kejujuran dimulai disini, disaat penerima hak perwalian menerima amanat menjaga harta anak itu, janganlah karena nafsu melihat bagusnya harta bapaknya kamu tukar dengan bentuk yang sama namun mutunya kurang, misalnya kamu mempunyai kebun yang waktu hidup bapaknya berdua kamu membelinya, kebetulan karena kebun itu belum dibagi denga jelas, kamu berikan hak bapaknya dengan memilih yang baik-baik dan bagus saja untuk kamu dan yang kebagian kurang baik hasilnya kamu bilang itu punya bapaknya. Ini artinya menukar dengan yang buruk.

> Dan jangan kamu makan harta mereka(dengan jalan yang bathil-mencampur-adukkan)kepada hartamu.
Dengan mencampuradukkan harta bapaknya dengan harta kamu, karena dalam kekuasaan pengawasanmu, hartanya yang kamu habiskan terlebih dahulu. Kelak begitu mereka sudah sampai masanya untuk menguasai disaat dewasa, hanya tinggal hitungan jari saja yang bisa dia terima, karena sudah habis musnah kamu pakai dalam mengasuhnya, sedang dia tidak mendapat apa-apa.

>  Sesungguhnya itu dosa yang sangat besar.
Perbuatan menukar harta mereka dengan mencampurlarutkan dengan harta kita adalah suatu perbuatan yang amat besar dosanya bagi kita.
Sebalik dari itu barangkali juga kamu tidak mempunyai kesalahan dalam memakai dan mempergunakan hasil harta itu untuk mengasuhnya, telah kamu berikan sesuai dengan hasil harta itu, atau tidak pula kamu ambil sedikitpun, namun kamu terlalu pelit dan perhitungan terhadap anak itu selama pengasuhanmu, sehingga apapun kamu hitung dalam pembukuan akuntasimu.

Ingatlah kelebihan hartamu yang kamu berikan selama pengawasanmu akan diperhitungkan sebagai amalan yang besar disisi Allah, maka janganlah kamu berhitung-hitung dengan Allah, sehingga Allah nanti berhitung pula kepadamu.

Menyerahkan harta mereka itu adalah dengan dua jalan. Sebelum mereka dewasa dengan memberikan mereka makan,dan kebutuhan hidup lainnya. Memberikan yang kedua adalah bila mereka sudah mampu menguasai harta mereka sendiri,dengan sendirinya hilang ahak penjagaan wali atas dirinya. maka seketika penyerahan itu janganlah hendaknya membawa kecewa dalam hatinya.

Apa pengertian kecewa itu ? Apa kompensasi yang diberikan Allah bagi orang yang memelihara anak yatim sesuai ayat 2 diatas.?

QS AN-NISA’ ayat 3:”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil(bila menikahi) anak-anak yatim, maka NIKAHILAH WANITA-WANITA(lain) YANG KAMU SENANGI,dua,tiga atau empat. Tetapi jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka SEORANG SAJALAH, atau hamba sahaya yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih memungkinkan kamu terhindar dari berlaku sewenang-wenang.”

> Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil(bila menikahi) anak-anak yatim, maka NIKAHILAH WANITA-WANITA(lain) YANG KAMU SENANGI, dua, tiga atau empat.(pangkal ayat 3)
Untuk mengetahui duduk pangkal turunnya ayat “kontroversi “ perizinan Allah untuk beristri sampai empat, kita uraikan tafsian Ummul Mukminin Aisyah Ra, dari Urwah bin Zubair, anak Asma bin Abu Bakar Shiddiq, keponakan beliau seringkali menjadi penyambung lidah kaum muslimin dalam hal bertanya akan persoalan pelik, karena beliau adalah mahram Aisyah sendiri. Riwayat Bukhari, Muslim, Aisyah menjawab,
“Wahai kemenakanku! Ayat ini mengenai anak perempuan yatim yang dalam penjagaan walinya, yang telah bercampur harta anak  itu dengan hartanya. Siwali tertarik akan harta itu dan kepada kecantikan anak yatim itu. Maka bermaksudlah ia hendak menikahi anak itu, tetapi ia tidak  hendak membayar mas-kawinnya secara adil, sebagaimana hal mas-nikah dengan perempuan lain. Oleh karena tidak jujur ini, dilarang Allah-lah ia melansungkan pernikahan itu, kecuali dibayarkan mas-nikahnya secara adil, patut dan wajar. Daripada dia meneruskan niat tidak jujur itu, lebih baik dia mengawini perempuan lain sampai empat sekalipun (Hadist ini kita salin secara bebas, agas dapat mudah memahaminya)

Kemudian Aisyah meneruskan pembicaraannya:
Kemudian timbul pertanyaan kepada Rasulullah dikemudian hari, dan meminta fatwa BAGAIMANA KALAU KAMI INGIN JUGA MENGAWINI ANAK YATIM ITU. ?

Maka turunlah QS Annisa’ ayat 127,”Mereka meminta fatwa kepadamu tentang orang-orang perempuan itu. Katakanlah : Allah akan memberikan keterangan kepadamu tentang mereka, dan juga apa-apa yang dibacakan kepadamu dalam kitab ini dari hal anak-anak yatim perempuan yang kamu tidak mau memberikan kepada mereka yang diwajib kan untuk mereka, padahal kamu ingin menikahinya.”

Maka kata Aisyah selanjutnya, “Yang dimaksud dengan yang dibacakan kepadamu dalam kitab ini, ialah ayat pertama-QS annisa’ ayat 3 itu, yaitu “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil(bila menikahi) anak-anak yatim, maka nikahilah wanita-wanita lainyang kamu senangi”. Kata Aisyah selanjutnya : Ayat 127 menyebutkan selanjutnya, “ padahal kamu ingin menikahinya”. Yaitu suka kepada anak yatim itu karena hartanya banyak dan kecantikannya, MAKA DILARANGLAH IA MENIKAHINYA SELAMA YANG DIHARAPKAN HANYA HARTA DAN KECANTIKAN SAJA. Baru boleh dinikahi kalau mas-nikahnya dibayarkan secara Adil.

Diriwayat lain dari Aisyah juga, “ Ayat ini diturunkan mengenai anak yatim yang ditinggalkan dengan seorang laki-laki pengasuhnya, padahal hartanya telah diserikati pengasuhnya, sedangkan dia tidak mau menikahinya dan tidak pula mau melepaskan anak itu agar dinikahi orang lain sebab takut kehilangan harta itu atau telah habis harta itu ditangannya sehingga tidak mungkin lagi menggantinya. Harta sudah diserikati sedangkan anak tiu ditelantarkannya, atau digantung tidak bertali saja.

Dari riwayat diatas dapatlah kita melihat hubungan  kesimpulan antara pemeliharaan anak yatim dengan kebolehan berkawin dua sampai empat. Diayat 2 diterangkan janganlah cuerang terhadap anak yatim karena itu dosa besar. Akan datang masanya bahwa harta itu akan diserahkan sebab dia akan menikah. Maka timbul bisikan dan ganguan syetan”Lebih baik aku nikahi saja anak ini sehingga dia tidak keluar dari rumahku. Hartanya tetap dalam gengamanku dan mas-nikahnya bisa saja aku ringan-ringankan dan dipermainkan atau sebutkan saja bilangannya namun tidak usah dibayar sebab dia sudah isteriku, tentu aku berhak atas hartanya!”

Inilah pikiran yang tidak sehat. Pikiran yang sehat akan berasal dari Iman dan Taqwa : “Lebih baik menikah saja dengan  perempuan lain, biar sampai empat asalkan aku tidak aniaya dan menelantarkan anak yatim”. Ataupun Kalau ingin juga menikahinya, nikahilah secara jujur, bayarkan maharnya seperti seharusnya. Hartanya tetaplah hartanya, sekalipun sudah menjadi isterimu pun kelak. Serahkan hartanya karena kalau ia sudah bersuami maka dewasalah ia.

BEGINILAH ALLAH MENGAJARKAN BERATNYA KONSEKWENSI DALAM MEMELIHARA HARTA ANAK YATIM...Allah memberikan kompensasi lain yang tidak kalah sulit dan susah meskipun itu dipandang sebagai kenikmatan. Alangkah nikmatnya  bayangan kalau sampai istri bisa empat orang.

Oleh karena daripada menghadapi kesulitan dan karma Allah dalam memelihara harta anak yatim, dibolehkan Allah beristeri empat. Namun  Allah menegaskan kemudian,

>Tetapi jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka SEORANG SAJALAH.
Nah perizinan Allah inipun akan membawa kita pula kepada kesusahan yang tidak lebih besar, “kamu harus berlaku adil” diantara isteri-isterimu karena mereka mempunyai hak masing-masing, baik hak jasmani maupun bathiniyah.

Kesimpulan :
JADI SEBELUM KAMU TERLANJUR  MENEMPUH HAL YANG DIBOLEHKAN SYARA’, PIKIRKANLAH DAHULU......JANGAN SAMPAI KARENA TAKUT TIDAK AKAN ADIL KEPADA HARTA ANAK YATIM, ATAU TAKUT TIDAK ADIL MEMBAYAR MAHAR MENIKAHI ANAK PEREMPUAN YATIM ITU, KAMU MASUK PULA KEDALAM PERANGKAP TIDAK ADIL YANG LAIN LAGI KARENA BERISTERI BANYAK

Alhamdulillah Ya Allah....
Terimakasih  Ya Buya...........

Bersambung.........................

Tidak ada komentar:

Posting Komentar