SYI'AH MENGHINA NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM DAN AHLUL BAIT
SYI'AH MENGHINA NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM DAN AHLUL BAIT
Syi’ah secara dusta mengaku sebagai pecinta ahlul bait. Ucapan dan
perbuatan mereka bertolak belakang dengan klaim mereka. Hal seperti ini
tidaklah aneh atau asing pada diri anak cucu Majusi. Mereka telah berani
menginjak-injak rumah tangga Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka
telah menghina Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam –semoga Allah
melaknat mereka- mereka telah menghina istri-istri Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam yang menjadi ibu-ibu bagi kaum mukminin. Mereka juga
telah berani menginjak-injak imam pertama mereka yang diyakini ma’shum.
Sifat mereka ini menjadi sempurna dengan menghinakan al-Hasan,
al-Husain, Ali ibn al-Hasan dan para imam lainnya. Sebagaimana pula
mereka telah menghina putri-putri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam dan yang utama adalah Fathimah az-Zahra’ Radhiallahu ‘Anha. Ini
belum lagi dengan penghinaan mereka terhadap semua Nabi dan Rasul.
Ash-Shadug di dalam kitab “al-Amal” meriwayatkan bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada Ali Radhiallahu ‘Anhu:
“Seandainya aku tidak menyampaikan apa yang aku diperintah dengannya
dari perkara wilayahmu (kepemimpinanmu) maka leburlah seluruh amalku.”1
Sepertinya Allah yang Maha Suci tidak mengutus Rasul-Nya yang mulia
melainkan hanya untuk menyampaikan wilayah Ali. Orang-orang yang tidak
tahu diri itu telah mengecilkan kedudukan Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam demi mewujudkan kepentingan dan tujuan mereka yang kotor. Ini
semua mereka lakukan karena mustahil bagi mereka untuk mendatangkan
bukti dan dalil tentang wilayah Ali Radhiallahu ‘Anhu.
Al-Bahrani menukil dari as-Syyid ar-Ridah dari Ibnu Mas’ud, bahwa ia
berkata: “Saya keluar menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
saya dapati beliau sedang ruku’ dan sujud, beliau berdo’a, “… Ya Allah
dengan (demi) kehormatan hamba-Mu Ali ampunilah orang-orang yang
bermaksiat dari umatku.”2
Coba perhatikanlah kenistaan ini,
yang dengannya mereka ingin menunjukkan keutamaan Ali Radhiallahu ‘Anhu
di atas Rasul yang diutus sebagai rahmat untuk alam semesta dan yang
menjadi sayyid bagi manusia dari awal hingga akhir, sayyid kita Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
An-Nu’mani secara dusta
meriwayatkan dari imam Muhammad al-Baqir ‘Alaihi Sallam, ia berkata:
“Ketika imam Mahdi muncul ia didukung oleh para malaikat dan orang
pertama yang membai’atnya adalah Muhammad ‘Alaihi Sallam kemudian Ali
‘Alaihi Sallam.” Syaikh ath-Thusi meriwayatkan dari imam ar-Ridha
‘Alaihi Sallam bahwa di antar tanda-tanda munculnya al-Mahdi adalah dia
akan muncul dalam keadaan telanjang di depan bulatan matahari.”3
Perhatikan baik-baik pengakuan mereka tentang pembai’atan Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian Ali Radhiallahu ‘Anhu kepada
al-Mahdi yang diduga. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah makhluk
Allah yang terbaik, apakah beliau akan berbai’at kepada orang yang di
bawahnya? Berbai’at kepada orang yang telanjang bulat tanpa sehelai
benangpun? Kerendahan macam apa yang dialamatkan kepada Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini?
Perhatikan orang-orang
Syi’ah yang “dungu” itu. Mereka menetapkan telanjangnya keturunan Rasul
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan dia akan muncul di hadapan umat dalam
keadaan telanjang! Apakah ini yang disebut sebagai penghormatan kepada
ahlul bait? Ataukah ini justru menjadi penghinaan yang terang-terangan?!
Al-Qummi menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
ketika ada di Makkah tidak ada orang yang berani mengganggu beliau
karena kedudukan Abu Thalib. Mereka memprovokasi anak-anak kecil untuk
mengganggu beliau.
Jika beliau keluar anak-anak kecil itu
melemparinya dengan batu dan kerikil (dan debu). Maka beliau mengadukan
hal itu kepada Ali Radhiallahu ‘Anhu.”4
Mereka meriwayatkan,
ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mi’raj ke langit beliau
melihat Ali Radhiallahu ‘Anhu dan anak-anaknya yang telah sampai di sana
sebelum Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Nabi mengucap salam kepada
mereka. Padahal beliau telah berpisah dengan mereka di bumi.5
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya: “Dengan bahasa
apakah Rabb anda berbicara dengan anda pada waktu mi’raj?” Beliau
menjawab: “Dia berbicara kepadaku dengan bahasa Ali ibn Abi Thalib,
hingga saya berkata “Engkaukah yang sedang berbicara kepadaku ataukah
Ali?!”6
Aku memohon ampun kepada-Mu ya Ilahi…….!!! Kita biarkan
kebebasan para pembaca yang mulia untuk menginterpretasikan apa yang
dimaksud dengan riwayat yang keji ini!!
Mereka begitu rajin
mengikuti langkah-langkah penghinaan, dengan berbagai rupa bentuk dan
ukuran, sampai mereka meragukan kenabian Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam karena tiga putrinya; Zainab, Ummu Kultsum dan Ruqayyah. Hal ini
terjadi ketika mereka menafikan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
sebagai bapak mereka. Mereka –semoga dilaknat oleh Allah, para malaikat
dan manusia semuanya-mengatakan bahwa “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam tidak melahirkan mereka, tetapi mereka adalah anak-anak tirinya.”
Muhsin al-Amin menambahkan: “Para sejarawan menyebutkan bahwa Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hanya memiliki empat putri, dan setelah
meneliti teks-teks sejarah ternyata kita tidak mendapatkan bukti yang
menetapkan adanya putri Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selain
Fathimah az-Zahra’.”7
Apakah semisal mereka bisa disebut sebagai “pecinta ahlul bait”?!
Jika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak selamat dari kejahatan
mereka, maka istri-istri beliaupun lebih tidak selamat. Bahkan telah
keluar fatwa “kafir” bagi ibu-ibu kaum mukminin terutama Aisyah dan
Hafshah Radhiallahu ‘Anha.8
Cukuplah mengisyaratkan kepada apa
yang beredar di kalangan Syi’ah bahwa firman Allah “Dan Allah membuat
istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya
berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara
hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat” (at-Tahrim: 10).
Al-Qummi pembesar Syi’ah dalam bidang tafsir (dusta) itu menyatakan :”
Demi Allah yang dimaksud dengan pengkhianatan itu adalah zina. Artinya
hendaklah menegakkan hukuman zina terhadap Fulanah yang telah melakukan
zina dalam perjalanan ke Bashrah. Ada seorang laki-laki mencintainya,
maka tatkala dia (Aisyah) hendak menuju Bashrah Fulan tadi berkata
kepadanya: Kamu tidak halal pergi tanpa mahram. Maka dia mengawinkan
dirinya dengan Fulan tersebut. 9
Dan yang dimaksud dengan Fulan adalah Thalhah.
Kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa Aisyah Radhiallahu ‘Anha adalah ibu bagi kaum mukminin semata.
Sebagaimana mereka menghina Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
putri-putrinya dan istri-istrinya, mereka juga telah menghina imam
mereka yang pertama Ali Radhiallahu ‘Anhu. (Menurut mereka), ketika
mereka melukiskannya sebagai pengemis –wa al-‘iyadzu billah-. Telah
disebutkan oleh Salim ibn Qais penulis buku Syi’ah pertama kali bahwa
Ali telah menaikkan Fathimah di atas himar, dan ia menuntun al-Hasan dan
al-Husain. Disebutkan bahwa Ali tidak meninggalkan satu sahabatpun
melainkan ia telah mendatanginya di rumahnya untuk meminta haknya atas
nama Allah.10
Lihatlah penghinaan yang luar biasa ini,
penghinaan terhadap Ali yang menuntun kedua putranya dan putrinya yang
menaiki himar. Mereka berjalan berkeliling mendatangi rumah-rumah
sahabat untuk meminta belas kasih mereka!!
Apakah sifat seperti
ini layak bagi kedudukan ahlul bait dan bagi seorang pemimpin dari
pemimpin pemimpin kaum muslimin? Cerita, hikayat dan dongeng!
Sebagaimana al-Kulaini meriwayatkan di dalam al-Kafi bahwa Fathimah
tidak suka diperistri oleh Ali. Riwayat itu sebagai berikut: “Tatkala
Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikahkan Ali dengan Fathimah
‘Alaihi Sallam. Ali masuk menemui Fathimah yang ketika itu ia menangis.
Maka Ali menanyakan: “Apa yang membuatmu menangis?! Demi Allah
seandainya dalam keluargaku ada yang lebih baik dengannya, aku tidak
akan menikahkan engkau dengannya, dan aku tidak akan menikahkannya akan
tetapi Allah yang telah menikahkannya”.11
Hingga imam mereka yang pertama dihina dan diturunkan derajatnya seperti ini?!
Di mana “cinta” yang selama ini diumbar……dimana ia bersembunyi?
Disebutkan oleh al-Ashfahani dari Ibn Abu Ishaq bahwa ia berkata: “Aku
dimasukkan oleh ayahku ke dalam masjid pada hari Jum’at. Ia mengangkatku
maka aku melihat Ali berkhutbah di atas mimbar, dia adalah orang tua
yang botak, menonjol dahinya, bidang dadanya (lebar jarak antara dua
pundaknya), jenggotnya memenuhi dadanya dan lemah matanya.”12
Sebagaimana mereka meyakini bahwa Ali adalah hewan bumi. Ja’far berkata
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendatangi amirul mukminin
ketika ia tidur di masjid dan berbantal tumpukan kerikil yang ia
kumpulkan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengerak-gerakkannya
(menggugahnya) dengan kakinya kemudian mengatakan: “Bangunlah wahai
“hewan Allah”. Maka seorang sahabatnya bertanya, “Wahai Rasulullah!
Apakah sebagian kita boleh menyebut sebagian yang lain dengan nama ini?”
beliau bersabda: “Tidak. Demi Allah. Nama tadi khusus untuknya”13.
Inilah imam pertama mereka yang mereka katakan bahwa ia akan menjadi “Dabbah” (hewan melata)!
Betapa khawatirnya kita jika yang dimaksud adalah Ali Radhiallahu ‘Anhu
akan menjadi hewan tunggangan bagi al-Mahdi ciptaan
Syi’ah………..hasbunallah!!
Merekapun telah menghina paman Rasul
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Abbas dan putranya Abdullah dan juga
‘Aqil ibn Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu. Diriwayatkan oleh al-Kulaini
bahwa Sudair bertanya kepada imam Muhammad al-Baqir: “Di manakah
kecemburuan (ghirah) Bani Hasyim, kekuatan (syaukah) dan bilangan mereka
yang banyak itu setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam ketika dikalahkan oleh Abu Bakar, Umar dan orang-orang munafik
lainnya?” Imam Muhammad al-Baqir berkata: “Siapa yang masih tersisa dari
Bani Hasyim? Ja’far dan Hamzah yang menjadi bagian “as-Sabiqun
al-Awwalun” dan “al-Mukminun al-Kamilun” telah meninggal dunia.
Sementara dua orang yang lemah keyakinannya, yang hina jiwanya dan yang
baru kenal Islam itulah yang tersisa, Abbas dan ‘Aqil.”14
Sebagaimana Syi’ah telah menuduh Ibn ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhu mencuri
dari baitul mal di Bashrah sewaktu pemerintahan Ali Radhiallahu ‘Anhu.
Mereka mengklaim bahwa Ali naik mimbar dan berkhutbah ketika mendengar
kabar, dia menangis dan berkata: “Ini adalah putra paman Rasulullah, dia
dalam ilmu dan kedudukannya melakukan hal seperti ini…. Bagaimana bisa
dipercaya orang-orang yang berada dibawah tingkatannya…. Ya Allah aku
telah bosan dengan mereka, tenangkan aku dari mereka… dan cabutlah aku
kepada-Mu bukan sebagai orang yang lemah.”15
Al-Majlisi telah
menyebutkan dalam bahasa Persia yang artinya: “Muhammad al-Baqir
meriwayatkan dari imam Zainal Abidin ‘Alaihi Sallam dengan sanad yang
dapat diandalkan bahwa ayat ini “Barang siapa di dunia ini buta maka di
akhirat dia (juga) buta dan lebih sesat jalannya (QS. Al-Isra’: 72)
turun pada diri Abdullah ibn Abbas dan bapaknya.”
Inilah
penghinaan Syi’ah terhadap paman Nabi, Abbas dan ‘Aqil dengan kelemahan,
kehinaan dan pengecut serta tidak sempurna imannya. Begitu pula
penghinaan terhadap Abbas dan putranya Habr al-Ummah Abdullah ibn Abbas
Radhiallahu ‘Anhu. Adapun ayat tadi telah diturunkan tentang perihal
orang-orang kafir……..Akan tetapi masalahnya bukan untuk orang yang
melihat melainkan untuk orang yang memiliki!
Mereka juga telah
menghina al-Hasan dengan ucapan yang sangat menyakitkan. Mereka berkata
tentangnya: “Wahai orang yang menghinakan kaum mukminin”.16
Begitu juga mereka telah menghina Ali Zainal Abidin imam keempat yang
ma’shum bagi mereka, mereka menuduhnya sebagai ornag yang pengecut dan
budak. Telah disebutkan dalam al-Kafi bahwa putra Zainal Abidin,
Muhammad al-Baqir berkata: “Sesungguhnya Yazid ibn Mu’awiyah memasuki
Madinah ingin menunaikan haji. Dia mengutus kepada seorang Quraisy.
Setelah ia datang dia menanyainya, “Apakah engkau mengakui bahwa engkau
adalah budakku, jika aku mau aku menjualmu dan jika aku mau aku
menjadikan kamu budak?” Orang itu menjawab: “Demi Allah! Wahai Yazid
hasabmu (kebaikanmu dan keluargamu) tidak lebih mulia dariku di kalangan
Quraisy, ayahmu juga tidak lebih utama dari ayahku, waktu jahiliyah
ataupun waktu Islam dan engkau juga tidak lebih mulia dan tidak lebih
baik dariku dalam agama ini. Bagaiman aku mengakui permintaanmu?” Maka
Yazid berkata: “Jika kamu tidak menyukainya, Demi Allah aku pasti
membunuhmu.””Orang tadi menjawab: “Pembunuhan terhadapku olehmu tidak
seagung pembunuhanmu terhadap al-Husain ibn Ali ‘Alaihi Sallam, putra
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Maka dia memerintahkan untuk
membunuhnya. Dan terbunuhlah dia.
Kemudian dia mengutus kepada
Ali ibn al-Husain ‘Alaihi Sallam, kemudian ia mengatakan kepadanya apa
yang telah dikatakan kepada seorang Quraisy di atas. Maka Ali ibn
al-Husain bertanya: “Bagaimana seandainya aku tidak mau mengakui apakah
engkau akan membunuhku sebagaimana engkau membunuh orang yang kemarin?”
Yazid berkata: “Allah melaknatinya, ya.” Maka Ali ibn al-Husain (Ali
Zainal Abidin) ‘Alaihi Sallam berkata: “Aku mengakui apa yang engkau
minta. Aku adalah hamba yang dipaksa, jika kamu mau pertahankanlah aku
dan jika kamu mau juallah aku.”17
Mereka menjadikan imam mereka
yang tidak lain adalah cucu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
mau mengakui dirinya sebagai budak yang dijual belikan!
Kami tidak habis pikir, bukankah orang-orang Majusi saja telah memiliki prinsip “Hidup mulia atau mati mulia”.
Kalian benar-benar telah menghina ahlul bait secara habis-habisan hingga merampas harga diri dan kemuliaan!
Adapun Muhammad al-Baqir imam kelima yang ma’shum bagi mereka, juga
telah merasakan sengatan orang-orang Syi’ah. Zurarah ibn A’yun
menjulukinya sebagai: “Orang tua yang tidak mengerti ilmu permusuhan”.18
Dia juga berkata: “Allah merahmati Abu Ja’afar, sesungguhnya di dalam hatiku ada unsur berpaling dari padanya.”19
Dia juga berkata: “Sahabat kamu juga tidak memiliki pengetahuan tentang ucapan para tokoh (orang-orang besar).”20
Mereka juga menjuluki Ja’far, imam yang keenam sebagai “bermuka ganda”.
Pernah ia memuji Abu Hanifah di hadapan Muhammad ibn Muslim, setelah ia
keluar Ja’far mencelanya. Hal ini diriwaytkan oleh al-Kulaini dalam
kisah yang panjang.
Mereka menasabkannya kepada Ja’far bahwa ia
berkata: “Sesungguhnya aku berbicara di atas 70 wajah, di dalam
semuanya ada jalan keluar bagiku.”21
Ahli hadits mereka,
Muhammad al-Baqir al-Majlisi dalam kitan Jala’ al-‘Uyun menyebutkan:
“Dari kakekku dari Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
“Jika dilahirkan Ja’far ibn Muhammad ibn Ali ibn al-Husian maka
julukilah “shadiq”, karena jika lahir anak kelima dari anak-anaknya
(ash-Shadiq) yang bernama Ja’far dan mengaku sebagai imam secara dusta
dan membuat kebohongan atas nama Allah, dia di sisi Allah adalah Ja’far
al-kadz-dzab.”22
Yang mereka maksud dengan Ja’far al-kadz-dzab
adalah putra imam yang suci salah satu imam ma’shum bagi Syi’ah. Ja’far
al-kadz-dzab berdasarkan klaim mereka adalah saudara kandung imam ghaib,
Muhammad al-Hasan al-‘Ashari (al-Mahdi, imam kedua belas).
Sebagaimana mereka berkata tentangnya: “Dia pelaku maksiat secara
terang-terangan, fasik, rusak, pemabuk berat, tokoh paling rendah yang
pernah aku lihat dan yang paling menghina diri sendiri, tak bernilai dan
tak berharga!”23
Setelah ini semua apakah Syi’ah pecinta ahlul bait?!
Sesungguhnya ahlul bait lebih mulia dan lebih suci dari pada
bangkai-bangkai seperti mereka itu! Yang anjingpun tidak akan sudi
mengendusnya!! [gensyiah].
1 Tafsir Nur ats-Tsaqalain. Jilid I. Hal 654.
2 Al-Burhan fi Tafsir al-Qur’an. Jilid Iv. Hal 226.
3 Al-Kafi fi al-Ushaul. Jilid I. Hal 504
4 Tafsir al-Burhan. Jilid II. Hal 404.
5 Ibid.
6 Kasyf al-Ghummah. Jilid I. Hal 106.
7 Dairah al-Ma’arif al-Islamiyah asy-Syi’iyyah. Jilid I. Hal 27. Dar
al-Ma’arif. Beirut; Kasyf al-Ghitha’. Ja’far an-Najefi. Hal 5.
8 Bihar al-Anwar. Jilid XXII. Hal 227-247.
9 Ibid. hal 240-245; Tafsir al-Qummi. Jilid II. Hal 344.
10 Kitab Salim ibn Qais. Hal 82-83.
11 Al-Furu’ min al-Kafi.
12 Maqatil ath-Thalibin. Hal 27-48.
13 Bihar al-Anwar. Jilid XIII. Hal 213.
14 Hayat al-Qulub. Jilid II. Hal 846; Furu’ al-Kafi. Jilid III, kitab ar-Rawdhah.
15 Rijal al-Kasy-syi : 57
16 Rijal al-Kasysyi. Hal 111.
17 Ar-Rawdhah min al-Kafi. Jilid VIII. Hal 234-235.
18 Al-Kafi fi al-Ushul.
19 Rijal al-Kasysyi. Hal 152. Biografi Abu Bashir.
SYI'AH MENGHINA NABI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM DAN AHLUL BAIT
Syi’ah secara dusta mengaku sebagai pecinta ahlul bait. Ucapan dan
perbuatan mereka bertolak belakang dengan klaim mereka. Hal seperti ini
tidaklah aneh atau asing pada diri anak cucu Majusi. Mereka telah berani
menginjak-injak rumah tangga Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, mereka
telah menghina Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam –semoga Allah
melaknat mereka- mereka telah menghina istri-istri Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam yang menjadi ibu-ibu bagi kaum mukminin. Mereka juga
telah berani menginjak-injak imam pertama mereka yang diyakini ma’shum.
Sifat mereka ini menjadi sempurna dengan menghinakan al-Hasan,
al-Husain, Ali ibn al-Hasan dan para imam lainnya. Sebagaimana pula
mereka telah menghina putri-putri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam dan yang utama adalah Fathimah az-Zahra’ Radhiallahu ‘Anha. Ini
belum lagi dengan penghinaan mereka terhadap semua Nabi dan Rasul.
Ash-Shadug di dalam kitab “al-Amal” meriwayatkan bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata kepada Ali Radhiallahu ‘Anhu:
“Seandainya aku tidak menyampaikan apa yang aku diperintah dengannya
dari perkara wilayahmu (kepemimpinanmu) maka leburlah seluruh amalku.”1
Sepertinya Allah yang Maha Suci tidak mengutus Rasul-Nya yang mulia
melainkan hanya untuk menyampaikan wilayah Ali. Orang-orang yang tidak
tahu diri itu telah mengecilkan kedudukan Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam demi mewujudkan kepentingan dan tujuan mereka yang kotor. Ini
semua mereka lakukan karena mustahil bagi mereka untuk mendatangkan
bukti dan dalil tentang wilayah Ali Radhiallahu ‘Anhu.
Al-Bahrani menukil dari as-Syyid ar-Ridah dari Ibnu Mas’ud, bahwa ia
berkata: “Saya keluar menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
saya dapati beliau sedang ruku’ dan sujud, beliau berdo’a, “… Ya Allah
dengan (demi) kehormatan hamba-Mu Ali ampunilah orang-orang yang
bermaksiat dari umatku.”2
Coba perhatikanlah kenistaan ini,
yang dengannya mereka ingin menunjukkan keutamaan Ali Radhiallahu ‘Anhu
di atas Rasul yang diutus sebagai rahmat untuk alam semesta dan yang
menjadi sayyid bagi manusia dari awal hingga akhir, sayyid kita Muhammad
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
An-Nu’mani secara dusta
meriwayatkan dari imam Muhammad al-Baqir ‘Alaihi Sallam, ia berkata:
“Ketika imam Mahdi muncul ia didukung oleh para malaikat dan orang
pertama yang membai’atnya adalah Muhammad ‘Alaihi Sallam kemudian Ali
‘Alaihi Sallam.” Syaikh ath-Thusi meriwayatkan dari imam ar-Ridha
‘Alaihi Sallam bahwa di antar tanda-tanda munculnya al-Mahdi adalah dia
akan muncul dalam keadaan telanjang di depan bulatan matahari.”3
Perhatikan baik-baik pengakuan mereka tentang pembai’atan Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian Ali Radhiallahu ‘Anhu kepada
al-Mahdi yang diduga. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah makhluk
Allah yang terbaik, apakah beliau akan berbai’at kepada orang yang di
bawahnya? Berbai’at kepada orang yang telanjang bulat tanpa sehelai
benangpun? Kerendahan macam apa yang dialamatkan kepada Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini?
Perhatikan orang-orang
Syi’ah yang “dungu” itu. Mereka menetapkan telanjangnya keturunan Rasul
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan dia akan muncul di hadapan umat dalam
keadaan telanjang! Apakah ini yang disebut sebagai penghormatan kepada
ahlul bait? Ataukah ini justru menjadi penghinaan yang terang-terangan?!
Al-Qummi menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
ketika ada di Makkah tidak ada orang yang berani mengganggu beliau
karena kedudukan Abu Thalib. Mereka memprovokasi anak-anak kecil untuk
mengganggu beliau.
Jika beliau keluar anak-anak kecil itu
melemparinya dengan batu dan kerikil (dan debu). Maka beliau mengadukan
hal itu kepada Ali Radhiallahu ‘Anhu.”4
Mereka meriwayatkan,
ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mi’raj ke langit beliau
melihat Ali Radhiallahu ‘Anhu dan anak-anaknya yang telah sampai di sana
sebelum Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Nabi mengucap salam kepada
mereka. Padahal beliau telah berpisah dengan mereka di bumi.5
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya: “Dengan bahasa
apakah Rabb anda berbicara dengan anda pada waktu mi’raj?” Beliau
menjawab: “Dia berbicara kepadaku dengan bahasa Ali ibn Abi Thalib,
hingga saya berkata “Engkaukah yang sedang berbicara kepadaku ataukah
Ali?!”6
Aku memohon ampun kepada-Mu ya Ilahi…….!!! Kita biarkan
kebebasan para pembaca yang mulia untuk menginterpretasikan apa yang
dimaksud dengan riwayat yang keji ini!!
Mereka begitu rajin
mengikuti langkah-langkah penghinaan, dengan berbagai rupa bentuk dan
ukuran, sampai mereka meragukan kenabian Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam karena tiga putrinya; Zainab, Ummu Kultsum dan Ruqayyah. Hal ini
terjadi ketika mereka menafikan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
sebagai bapak mereka. Mereka –semoga dilaknat oleh Allah, para malaikat
dan manusia semuanya-mengatakan bahwa “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam tidak melahirkan mereka, tetapi mereka adalah anak-anak tirinya.”
Muhsin al-Amin menambahkan: “Para sejarawan menyebutkan bahwa Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hanya memiliki empat putri, dan setelah
meneliti teks-teks sejarah ternyata kita tidak mendapatkan bukti yang
menetapkan adanya putri Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam selain
Fathimah az-Zahra’.”7
Apakah semisal mereka bisa disebut sebagai “pecinta ahlul bait”?!
Jika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak selamat dari kejahatan
mereka, maka istri-istri beliaupun lebih tidak selamat. Bahkan telah
keluar fatwa “kafir” bagi ibu-ibu kaum mukminin terutama Aisyah dan
Hafshah Radhiallahu ‘Anha.8
Cukuplah mengisyaratkan kepada apa
yang beredar di kalangan Syi’ah bahwa firman Allah “Dan Allah membuat
istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya
berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara
hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat” (at-Tahrim: 10).
Al-Qummi pembesar Syi’ah dalam bidang tafsir (dusta) itu menyatakan :”
Demi Allah yang dimaksud dengan pengkhianatan itu adalah zina. Artinya
hendaklah menegakkan hukuman zina terhadap Fulanah yang telah melakukan
zina dalam perjalanan ke Bashrah. Ada seorang laki-laki mencintainya,
maka tatkala dia (Aisyah) hendak menuju Bashrah Fulan tadi berkata
kepadanya: Kamu tidak halal pergi tanpa mahram. Maka dia mengawinkan
dirinya dengan Fulan tersebut. 9
Dan yang dimaksud dengan Fulan adalah Thalhah.
Kita bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa Aisyah Radhiallahu ‘Anha adalah ibu bagi kaum mukminin semata.
Sebagaimana mereka menghina Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
putri-putrinya dan istri-istrinya, mereka juga telah menghina imam
mereka yang pertama Ali Radhiallahu ‘Anhu. (Menurut mereka), ketika
mereka melukiskannya sebagai pengemis –wa al-‘iyadzu billah-. Telah
disebutkan oleh Salim ibn Qais penulis buku Syi’ah pertama kali bahwa
Ali telah menaikkan Fathimah di atas himar, dan ia menuntun al-Hasan dan
al-Husain. Disebutkan bahwa Ali tidak meninggalkan satu sahabatpun
melainkan ia telah mendatanginya di rumahnya untuk meminta haknya atas
nama Allah.10
Lihatlah penghinaan yang luar biasa ini,
penghinaan terhadap Ali yang menuntun kedua putranya dan putrinya yang
menaiki himar. Mereka berjalan berkeliling mendatangi rumah-rumah
sahabat untuk meminta belas kasih mereka!!
Apakah sifat seperti
ini layak bagi kedudukan ahlul bait dan bagi seorang pemimpin dari
pemimpin pemimpin kaum muslimin? Cerita, hikayat dan dongeng!
Sebagaimana al-Kulaini meriwayatkan di dalam al-Kafi bahwa Fathimah
tidak suka diperistri oleh Ali. Riwayat itu sebagai berikut: “Tatkala
Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikahkan Ali dengan Fathimah
‘Alaihi Sallam. Ali masuk menemui Fathimah yang ketika itu ia menangis.
Maka Ali menanyakan: “Apa yang membuatmu menangis?! Demi Allah
seandainya dalam keluargaku ada yang lebih baik dengannya, aku tidak
akan menikahkan engkau dengannya, dan aku tidak akan menikahkannya akan
tetapi Allah yang telah menikahkannya”.11
Hingga imam mereka yang pertama dihina dan diturunkan derajatnya seperti ini?!
Di mana “cinta” yang selama ini diumbar……dimana ia bersembunyi?
Disebutkan oleh al-Ashfahani dari Ibn Abu Ishaq bahwa ia berkata: “Aku
dimasukkan oleh ayahku ke dalam masjid pada hari Jum’at. Ia mengangkatku
maka aku melihat Ali berkhutbah di atas mimbar, dia adalah orang tua
yang botak, menonjol dahinya, bidang dadanya (lebar jarak antara dua
pundaknya), jenggotnya memenuhi dadanya dan lemah matanya.”12
Sebagaimana mereka meyakini bahwa Ali adalah hewan bumi. Ja’far berkata
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendatangi amirul mukminin
ketika ia tidur di masjid dan berbantal tumpukan kerikil yang ia
kumpulkan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengerak-gerakkannya
(menggugahnya) dengan kakinya kemudian mengatakan: “Bangunlah wahai
“hewan Allah”. Maka seorang sahabatnya bertanya, “Wahai Rasulullah!
Apakah sebagian kita boleh menyebut sebagian yang lain dengan nama ini?”
beliau bersabda: “Tidak. Demi Allah. Nama tadi khusus untuknya”13.
Inilah imam pertama mereka yang mereka katakan bahwa ia akan menjadi “Dabbah” (hewan melata)!
Betapa khawatirnya kita jika yang dimaksud adalah Ali Radhiallahu ‘Anhu
akan menjadi hewan tunggangan bagi al-Mahdi ciptaan
Syi’ah………..hasbunallah!!
Merekapun telah menghina paman Rasul
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Abbas dan putranya Abdullah dan juga
‘Aqil ibn Abi Thalib Radhiallahu ‘Anhu. Diriwayatkan oleh al-Kulaini
bahwa Sudair bertanya kepada imam Muhammad al-Baqir: “Di manakah
kecemburuan (ghirah) Bani Hasyim, kekuatan (syaukah) dan bilangan mereka
yang banyak itu setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam ketika dikalahkan oleh Abu Bakar, Umar dan orang-orang munafik
lainnya?” Imam Muhammad al-Baqir berkata: “Siapa yang masih tersisa dari
Bani Hasyim? Ja’far dan Hamzah yang menjadi bagian “as-Sabiqun
al-Awwalun” dan “al-Mukminun al-Kamilun” telah meninggal dunia.
Sementara dua orang yang lemah keyakinannya, yang hina jiwanya dan yang
baru kenal Islam itulah yang tersisa, Abbas dan ‘Aqil.”14
Sebagaimana Syi’ah telah menuduh Ibn ‘Abbas Radhiallahu ‘Anhu mencuri
dari baitul mal di Bashrah sewaktu pemerintahan Ali Radhiallahu ‘Anhu.
Mereka mengklaim bahwa Ali naik mimbar dan berkhutbah ketika mendengar
kabar, dia menangis dan berkata: “Ini adalah putra paman Rasulullah, dia
dalam ilmu dan kedudukannya melakukan hal seperti ini…. Bagaimana bisa
dipercaya orang-orang yang berada dibawah tingkatannya…. Ya Allah aku
telah bosan dengan mereka, tenangkan aku dari mereka… dan cabutlah aku
kepada-Mu bukan sebagai orang yang lemah.”15
Al-Majlisi telah
menyebutkan dalam bahasa Persia yang artinya: “Muhammad al-Baqir
meriwayatkan dari imam Zainal Abidin ‘Alaihi Sallam dengan sanad yang
dapat diandalkan bahwa ayat ini “Barang siapa di dunia ini buta maka di
akhirat dia (juga) buta dan lebih sesat jalannya (QS. Al-Isra’: 72)
turun pada diri Abdullah ibn Abbas dan bapaknya.”
Inilah
penghinaan Syi’ah terhadap paman Nabi, Abbas dan ‘Aqil dengan kelemahan,
kehinaan dan pengecut serta tidak sempurna imannya. Begitu pula
penghinaan terhadap Abbas dan putranya Habr al-Ummah Abdullah ibn Abbas
Radhiallahu ‘Anhu. Adapun ayat tadi telah diturunkan tentang perihal
orang-orang kafir……..Akan tetapi masalahnya bukan untuk orang yang
melihat melainkan untuk orang yang memiliki!
Mereka juga telah
menghina al-Hasan dengan ucapan yang sangat menyakitkan. Mereka berkata
tentangnya: “Wahai orang yang menghinakan kaum mukminin”.16
Begitu juga mereka telah menghina Ali Zainal Abidin imam keempat yang
ma’shum bagi mereka, mereka menuduhnya sebagai ornag yang pengecut dan
budak. Telah disebutkan dalam al-Kafi bahwa putra Zainal Abidin,
Muhammad al-Baqir berkata: “Sesungguhnya Yazid ibn Mu’awiyah memasuki
Madinah ingin menunaikan haji. Dia mengutus kepada seorang Quraisy.
Setelah ia datang dia menanyainya, “Apakah engkau mengakui bahwa engkau
adalah budakku, jika aku mau aku menjualmu dan jika aku mau aku
menjadikan kamu budak?” Orang itu menjawab: “Demi Allah! Wahai Yazid
hasabmu (kebaikanmu dan keluargamu) tidak lebih mulia dariku di kalangan
Quraisy, ayahmu juga tidak lebih utama dari ayahku, waktu jahiliyah
ataupun waktu Islam dan engkau juga tidak lebih mulia dan tidak lebih
baik dariku dalam agama ini. Bagaiman aku mengakui permintaanmu?” Maka
Yazid berkata: “Jika kamu tidak menyukainya, Demi Allah aku pasti
membunuhmu.””Orang tadi menjawab: “Pembunuhan terhadapku olehmu tidak
seagung pembunuhanmu terhadap al-Husain ibn Ali ‘Alaihi Sallam, putra
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” Maka dia memerintahkan untuk
membunuhnya. Dan terbunuhlah dia.
Kemudian dia mengutus kepada
Ali ibn al-Husain ‘Alaihi Sallam, kemudian ia mengatakan kepadanya apa
yang telah dikatakan kepada seorang Quraisy di atas. Maka Ali ibn
al-Husain bertanya: “Bagaimana seandainya aku tidak mau mengakui apakah
engkau akan membunuhku sebagaimana engkau membunuh orang yang kemarin?”
Yazid berkata: “Allah melaknatinya, ya.” Maka Ali ibn al-Husain (Ali
Zainal Abidin) ‘Alaihi Sallam berkata: “Aku mengakui apa yang engkau
minta. Aku adalah hamba yang dipaksa, jika kamu mau pertahankanlah aku
dan jika kamu mau juallah aku.”17
Mereka menjadikan imam mereka
yang tidak lain adalah cucu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
mau mengakui dirinya sebagai budak yang dijual belikan!
Kami tidak habis pikir, bukankah orang-orang Majusi saja telah memiliki prinsip “Hidup mulia atau mati mulia”.
Kalian benar-benar telah menghina ahlul bait secara habis-habisan hingga merampas harga diri dan kemuliaan!
Adapun Muhammad al-Baqir imam kelima yang ma’shum bagi mereka, juga
telah merasakan sengatan orang-orang Syi’ah. Zurarah ibn A’yun
menjulukinya sebagai: “Orang tua yang tidak mengerti ilmu permusuhan”.18
Dia juga berkata: “Allah merahmati Abu Ja’afar, sesungguhnya di dalam hatiku ada unsur berpaling dari padanya.”19
Dia juga berkata: “Sahabat kamu juga tidak memiliki pengetahuan tentang ucapan para tokoh (orang-orang besar).”20
Mereka juga menjuluki Ja’far, imam yang keenam sebagai “bermuka ganda”.
Pernah ia memuji Abu Hanifah di hadapan Muhammad ibn Muslim, setelah ia
keluar Ja’far mencelanya. Hal ini diriwaytkan oleh al-Kulaini dalam
kisah yang panjang.
Mereka menasabkannya kepada Ja’far bahwa ia
berkata: “Sesungguhnya aku berbicara di atas 70 wajah, di dalam
semuanya ada jalan keluar bagiku.”21
Ahli hadits mereka,
Muhammad al-Baqir al-Majlisi dalam kitan Jala’ al-‘Uyun menyebutkan:
“Dari kakekku dari Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda,
“Jika dilahirkan Ja’far ibn Muhammad ibn Ali ibn al-Husian maka
julukilah “shadiq”, karena jika lahir anak kelima dari anak-anaknya
(ash-Shadiq) yang bernama Ja’far dan mengaku sebagai imam secara dusta
dan membuat kebohongan atas nama Allah, dia di sisi Allah adalah Ja’far
al-kadz-dzab.”22
Yang mereka maksud dengan Ja’far al-kadz-dzab
adalah putra imam yang suci salah satu imam ma’shum bagi Syi’ah. Ja’far
al-kadz-dzab berdasarkan klaim mereka adalah saudara kandung imam ghaib,
Muhammad al-Hasan al-‘Ashari (al-Mahdi, imam kedua belas).
Sebagaimana mereka berkata tentangnya: “Dia pelaku maksiat secara
terang-terangan, fasik, rusak, pemabuk berat, tokoh paling rendah yang
pernah aku lihat dan yang paling menghina diri sendiri, tak bernilai dan
tak berharga!”23
Setelah ini semua apakah Syi’ah pecinta ahlul bait?!
Sesungguhnya ahlul bait lebih mulia dan lebih suci dari pada
bangkai-bangkai seperti mereka itu! Yang anjingpun tidak akan sudi
mengendusnya!! [gensyiah].
1 Tafsir Nur ats-Tsaqalain. Jilid I. Hal 654.
2 Al-Burhan fi Tafsir al-Qur’an. Jilid Iv. Hal 226.
3 Al-Kafi fi al-Ushaul. Jilid I. Hal 504
4 Tafsir al-Burhan. Jilid II. Hal 404.
5 Ibid.
6 Kasyf al-Ghummah. Jilid I. Hal 106.
7 Dairah al-Ma’arif al-Islamiyah asy-Syi’iyyah. Jilid I. Hal 27. Dar
al-Ma’arif. Beirut; Kasyf al-Ghitha’. Ja’far an-Najefi. Hal 5.
8 Bihar al-Anwar. Jilid XXII. Hal 227-247.
9 Ibid. hal 240-245; Tafsir al-Qummi. Jilid II. Hal 344.
10 Kitab Salim ibn Qais. Hal 82-83.
11 Al-Furu’ min al-Kafi.
12 Maqatil ath-Thalibin. Hal 27-48.
13 Bihar al-Anwar. Jilid XIII. Hal 213.
14 Hayat al-Qulub. Jilid II. Hal 846; Furu’ al-Kafi. Jilid III, kitab ar-Rawdhah.
15 Rijal al-Kasy-syi : 57
16 Rijal al-Kasysyi. Hal 111.
17 Ar-Rawdhah min al-Kafi. Jilid VIII. Hal 234-235.
18 Al-Kafi fi al-Ushul.
19 Rijal al-Kasysyi. Hal 152. Biografi Abu Bashir.
20 Ibid. hal 133.
21 Bashair ad-Darajat. Jilid III.
22 Jala’ al-‘Uyun. Al-Majlisi. Hal 348.
23 Ibid — bersama Kucay Bohay Santay dan 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar