Cari Blog Ini

Minggu, 29 Januari 2012

BUYA HAMKA MEMANDANG MUT'AH ala SYI'AH RAFIDHAH


APAKAH NIKAH KONTRAK/MUT’AH ala SYI’AH DARI ALLAH?

A. DILIHAT DARI SUDUT KEBENARAN MENURUT SYI’AH

Kita jarang sekali mendengar penjelasan mengenai nikah mut’ah, sebagaimana nikah biasa memiliki ketentuan dalam hukum fikih, begitu juga nikah mut’ah juga memiliki ketentuan-ketentuan yang dijelaskan oleh imam yang diyakini maksum oleh syi’ah. Di sinilah letak "keindahan-syetan" nikah mut'ah.

>Nikah Mut'ah  bukan pernikahan yang membatasi istri hanya empat.

Dari Abubakar bin Muhammad Al Azdi dia berkata :aku bertanya kepada Abu Hasan tentang mut'ah, apakah termasuk dalam pernikahan yang membatasi 4 istri? Dia menjawab tidak. Al Kafi. Jilid5-hal.451 .

Wanita yang dinikahi secara mut'ah adalah wanita sewaan, jadi diperbolehkan nikah mut'ah walaupun dengan 1000 wanita sekaligus, karena akad mut'ah bukanlah pernikahan. Jika memang pernikahan maka dibatasi hanya dengan 4 istri.

Dari Zurarah dari Ayahnya dari Abu Abdullah, aku bertanya tentang mut'ah pada beliau apakah merupakan bagian dari pernikahan yang membatasi 4 istri? Jawabnya : menikahlah dengan seribu wanita, karena wanita yang dimut'ah adalah wanita sewaan.  Al Kafi Jilid. 5 Hal. 452.

Begitulah wanita bagi imam maksum syi’ah adalah barang sewaan yang dapat disewa lalu dikembalikan lagi tanpa ada tanggungan apa pun. Tidak ada bedanya dengan mobil yang setelah disewa dapat dikembalikan. Duhai malangnya kaum wanita. Sudah saatnya pada jaman emansipasi ini wanita menolak untuk dijadikan sewaan, namun kita masih heran, mengapa masih ada mazhab yang menganggap wanita sebagai barang sewaan?.

>Syarat syah nikah mut’ah

Dalam nikah mut'ah yang terpenting adalah waktu dan mahar. Jika keduanya telah disebutkan dalam akad, maka sahlah akad mut'ah mereka berdua. Karena seperti yang akan dijelaskan kemudian bahwa hubungan pernikahan mut'ah berakhir dengan selesainya waktu yang disepakati. Jika waktu tidak disepakati maka tidak akan memiliki perbedaan dengan pernikahan yang lazim dikenal dalam Islam.

Dari Zurarah bahwa Abu Abdullah berkata : Nikah mut'ah tidaklah sah kecuali dengan menyertakan 2 perkara, waktu tertentu dan bayaran tertentu. Al Kafi Jilid. 5 Hal. 455.
Sama seperti barang sewaan, misalnya mobil. Jika kita menyewa mobil harus ada dua kesepakatan dengan si pemilik mobil, berapa harga sewa dan berapa lama kita ingin menyewa.

Tidak ada talak dalam mut'ah

Dalam nikah mut'ah tidak dikenal istilah talak, karena seperti di atas telah diterangkan bahwa nikah mut'ah bukanlah pernikahan yang lazim dikenal dalam Islam. Jika hubungan pernikahan yang lazim dilakukan dalam Islam selesai dengan beberapa hal dan salah satunya adalah talak, maka hubungan nikah mut'ah selesai dengan berlalunya waktu yang telah disepakati bersama. Seperti diketahui dalam riwayat di atas, kesepakatan atas jangka waktu mut'ah adalah salah satu rukun/elemen penting dalam mut'ah selain kesepakatan atas mahar.

Dari Zurarah dia berkata masa iddah bagi wanita yang mut'ah adalah 45 hari. Seakan saya melihat Abu Abdullah menunjukkan tangannya tanda 45, jika selesai waktu yang disepakati maka mereka berdua terpisah tanpa adanya talak. Al Kafi . Jilid. 5 Hal. 458.

Jangka waktu minimal mut'ah.

Dalam nikah mut'ah tidak ada batas minimal mengenai kesepakatan waktu berlangsungnya mut'ah. Jadi boleh saja nikah mut'ah dalam jangka waktu satu hari, satu minggu, satu bulan bahkan untuk sekali hubungan suami istri.

Dari Khalaf bin Hammad dia berkata aku mengutus seseorang untuk bertanya pada Abu Hasan tentang batas minimal jangka waktu mut'ah? Apakah diperbolehkan mut'ah dengan kesepakatan jangka waktu satu kali hubungan suami istri? Jawabnya : Ya. Al Kafi . Jilid. 5 Hal. 460

Itulah sekelumit sebagai landasan pembahasan kita, kenapa kita sebagai ISLAM sejati tidak menerima pengakuan mereka yang juga mengaku-ngaku ISLAM.

B.DILIHAT DARI SUDUT KEBENARAN DAN HUKUM ALLAH SWT.
Pengantar Hukum Talak sebelum disetubuhi.

Kata-kata MUT’AH dapat kita temui dalam kata Matti’uu atau mata’aa yang bisa diartikan sagu hati, atau pengobat hati, bekal dsb.

QS Al Baqarah 236 berbunyi : “Tidak ada halangan bagi kamu jika kamu mentalak perempuan, selama tidak kamu sentuh mereka, atau sebelum kamu tentukan kepada mereka (mahar) ketentuan(fardhu)  yang ditetapkan(difardhukan)-Ma lam tamassu hunna au tafridhu la hunna fariidhotan. Dan berilah mereka bekal-wa matti’uu hunna –yaitu bagi yang berkelapangan sekedar kelapangannya dan bagi yang berkesempitan menurut kadarnya(pula), yaitu bekal yang sepatutnya- ma ta’aa bil ma’ruuf . Menjadi kewajiban bagi orang-orang yang ingin berbuat kebajikan.

QS Al Baqarah 237 : “Dan jika kamu talak mereka sebelum kamu menyentuh mereka, padahal telah kamu tentukan mereka(mahar) yang difardhukan itu, maka separuh dari apa yang kamu fardhukan itu. Kecuali mereka memaafkan, atau memberi maaf yang ditangannya terpegang ikatan nikah itu. Dan bahwa kamu bermaaf-maafan itulah ia yang lebih dekat kepada taqwa. Dan janganlah kamu lupakan kebajikan diantara kamu. Sesungguhnya Allah terhadap apa yang kamu kerjakan adalah Melihat.”

Pernikahan dalam Islam, bukanlah semata urusan dua orang laki-laki dan wanita semata, tetapi pernikahan layaknya adalah pertalian dua kaum keluarga akibat pernikahan dua insan tersebut- dan semua  ajaran kebenaran mengakui hal ini !. Seumpama pepatah “yang nikah kedua mempelai tetapi yang kawin adalah keluarga dan keluarga”.

a. Kondisi I :
1.Perempuan itu belum disetubuhi.
2.Mahar belumlah disetujui jumlah atau belum ditentukan/ ditetapkan.

>Tidak ada halangan bagi kamu jika kamu mentalak perempuan, selama tidak kamu sentuh mereka, atau sebelum kamu tentukan kepada mereka (mahar) ketentuan(fardhu)  yang ditetapkan (difardhukan)-Ma lam tamassu hunna au tafridhu la hunna fariidhotan.(pangkal ayat 236)

Umumnya terjadi bahwa Mahar dibayarkan sebelum pernikahan, namun Islam membolehkan mahar itu dibayarkan tidak tunai hari ini tetapi dijanjikan dihari lain. Maka kalau keputusan talak/ bercerai mesti terjadi juga, meskipun belum disetubuhi atau belum ditentukan/ dibayar maharnya, tidaklah mengapa. Tetapi.......

> Dan berilah mereka bekal-wa matti’uu hunna –yaitu bagi yang berkelapangan sekedar dan bagi yang berkesempitan menurut kadarnya(pula), yaitu bekal yang sepatutnya- ma ta’aa bil ma’ruuf.

Tegasnya berilah perempuan itu bekal pengobat hatinya. Bagaimana bekalan itu ? ialah bekal yang ma’ruf atau pantas dan patut menurut keadaan dan masa itu.

> Menjadi kewajiban bagi orang-orang yang ingin berbuat kebajikan.(ujung ayat 236)

Inilah budi pekerti yang sedalam-dalamnya kepada orang yang beriman
Sebab meskipun dua suami-isteri tidak jadi melanjutkan pernikahan,sebelum berlarut-larut ketidak sesuaian, namun janganlah meninggalkan jejak yang tidak baik diantara dua keluarga tersebut. Jangan meninggalkan kesan kepada orang luar bahwa ada salah satu pihak yang  tidak baik, yang menimbulkan fitnah kepada kedua pihak,sehingga meskipun bercerai juga, namun kedua pihak masih juga berbaik-baikan, dan orang luar tidak mencela.

Meskipun ulama fiqih berselisih dalam hal mut’ah/bekal/obat hati ini namun jangan lupa, fiqih bukanlah hukum islam, kembalikan hukumnya kepada Al Quran, menjadi Wajib bagi orang yang Muhsinin, dari kata Ihsan. Bukankah sebagai Muslim kita memegang 3 rangka yang tidak terpisah? Yakni Islam-Iman dan Ihsan.Iman untuk hati, Islam untuk amal dan Ihsan untuk perasaan. Alangkah malangnya orang yang tidak berperasaan.

Riwayat berkata, Saiydina Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu rasulullah saw ketika menceraikan isterinya mengirimkan uang pengobat hati/mut’ah sebesar10.000 dirham, uang sebesar itu dijaman itu adalah Ma’ruf/patut bagi orang sebesar beliau, tetapi dalam penyampaian uang itu beliau bertulis surat dengan kerendahan hati :”Uang ini hanya sedikit,dari seorang kekasih yang terpaksa berpisah”. Alangkah mulianya perasaan beliau tersebut. Itulah Ihsan.

b. Kondisi II :
1. Perempuan itu belum disetubuhi.
2. Mahar sudah disetujui jumlah atau sudah ditentukan/ ditetapkan.
Berbeda dengan mut’ah diayat 236, disini kondisinya mahar telah ditetapkan.

>Dan jika kamu talak mereka sebelum kamu menyentuh mereka, padahal telah kamu tentukan mereka(mahar) yang difardhukan itu, maka separuh dari apa yang kamu fardhukan itu.(pangkal ayat 237)

Maksud Allah disini, jika mahar telah ditetapkan tetapi belum dibayarkan seluruhnya, maka pihak laki-laki wajib membayar separuh dari perjanjian, dan sekiranya sudah dibayarkan penuh maka pihak perempuan wajib memulangkan separuh juga......namun  

>Kecuali mereka memaafkan, atau memberi maaf yang ditangannya terpegang ikatan nikah itu.
Perempuan itu memaafkan hal tersebut-karena belum dibayarkan , atau laki-laki yang memaafkan/merelakan yang telah dilunaskan, karena buhul talak terpegang kepada laki-laki- atau memberi maaf  yang ditangannya terpegang ikatan nikah itu.

Disini berjumpa kembali dengan sifat Ihsan tersebut,yaitu dibukaNya kembali untuk kedua belah pihak agar berbuat kebaikan/ihsan dengan maaf-memaafkan, sehingga Hukum Allah itu menjadi batal, karena kedua belah pihak telah saling merelakan dengan memaafkan pihak lain.

>Kemudian Allah berfirman, Dan bahwa kamu bermaaf-maafan itulah ia yang lebih dekat kepada taqwa. Dan janganlah kamu lupakan kebajikan diantara kamu.

Setiap muslim dan muslimat tujuan hidupnya adalah taqwa, maaf memaafkan, beri memberi akan sama-sama meninggalkan kesan yang baik, dan menjaga silaturrahmi antara kedua belah pihak, untuk melanjutkan kewajiban lain dalam pergaulan hidup dan hubungan-hubungan lain dimasa datang dan diwaktu lain.

> Sesungguhnya Allah terhadap apa yang kamu kerjakan adalah Melihat.(ujung ayat 237)
Perbuatan dan cara pemecahan persoalan yang baik akan mendapat restu kasih dari Allah sehingga menjadi amalan baik juga.

Penutup

Ulama-ulama Salaf  yang mewajibkan pembayaran mut’ah Ali bin Abi Thalib,Abdullah bin Umar dari sahabat. Dan dari tabi’in adalah Hasan al BisriSaid bin Jubair, Abu Qilabah, Az-Zuhry, Qatadah dan lain-lain.

SYI’AH karena terlalu mengagungkan Saiydina Ali Bin Abi Thalib, mereka ubah-suaikan kemauan syahwat mereka dengan merubah perkataan Ali bin Abi Thalib ra sendiri.

ADAKAH MUT’AH  ALLAH SERUPA DENGAN MUT’AH SYI’AH..?

Apakah Mut’ah Syiah adalah cita-cita rumah tangga Islam ? cobalah simak Islam kepada sumbernya sendiri, adakah penganiayaan kepada perempuan ? sehingga Islam mengatur detail sampai hal bercerai dalam kerelaan dan musyarawah, wahai kiranya bagaimanakah bentuk rumahtangga Islam? 
Silahkan pembaca membandingkan sendiri point-point yang harus dipertentangkan dengan Hukum Allah.

Kadang termenunglah kita memikirkan keadaan kaum muslimin sendiri, betapa banyak perceraian yang semena-mena, pergaulan yang kacau balau, perbuatan syirik yang berkedok dari Allah dan rasulullahNya.

Pesan “penulis’, terlebih dahulu wajiblah kaum muslimin belajar peraturan perkenalan, nikah-kawin, persusuan anak, talak, rujuk kepada dasar AlQur’an semata, barulah melakukan peninjauan kitab Fiqh sekedar perbandingan.

demikianlah penulis mensarikan dari tulisan HAJI ABDUL MALIK KARIM AMARULLAH, semoga pembaca bisa meneladani pemikiran MUT’AH-SYI’AH berpedoman dari ALLAH semata.
Wassalamualaikum wr.wb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar